Rabu, 27 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?
Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya sesuai dengan Sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir sangat menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam yang kekal.
B. Tujuan
1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang mendekati kematian.
2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang ajal.
3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal.
4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien yang menjelang ajal.
C. Rumusan Masalah
1. Latar belakang permasalahan terminal pada klien.
2. Konsep materi tentang kebutuhan terminal pada klien.
3. Diagnosa keperawatan pada pasien terminal.
4. Intervensi masalah.
5. Evaluasi masalah.













BAB II
PEMBAHASAN


A. Latar Belakang Masalah
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat lebih mudah menghadapi kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian. Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan segalanya yang bisa dilakukan........”
Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal pun profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan lagi, masih luas kesempatan untuk upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.
B. Konsep Materi
a) Pengertian
1. Keadaan Terminal
Adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
2. Kematian
Adalah suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami/menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
b) Tahap-tahap Menjelang Ajal
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu:
1. Menolak/Denial
Pada fase ini , pasien/klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi, dan menunjukkan reaksi menolak.
2. Marah/Anger
Kemarahan terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
3. Menawar/bargaining
Pada tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
4. Kemurungan/Depresi
Selama tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis. Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5. Menerima/Pasrah/Acceptance
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.
c) Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:
 Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
 Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
 Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker.
 Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
d) Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian
 Kehilangan Tonus Otot, ditandai:
a. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
b. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan.
c. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi, dsbg.
d. Penurunan control spinkter urinari dan rectal.
e. Gerakan tubuh yang terbatas.
 Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai:
a. Kemunduran dalam sensasi.
b. Cyanosis pada daerah ekstermitas.
c. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
 Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
a. Nadi lambat dan lemah.
b. Tekanan darah turun.
c. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur.
 Gangguan Sensoria.
a. Penglihatan kabur.
b. Gangguan penciuman dan perabaan.

e) Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal
1) Pupil mata melebar.
2) Tidak mampu untuk bergerak.
3) Kehilangan reflek.
4) Nadi cepat dan kecil.
5) Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
6) Tekanan darah sangat rendah.
7) Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
f) Tanda-tanda Meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
g) Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Pasien dan Keluarganya Terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:
a. Closed Awareness/Tidak Mengerti
Pada situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dsbg.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.
Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka
Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

h) Bantuan yang dapat Diberikan
 Bantuan Emosional
1) Pada Fase Denial
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
2) Pada Fase Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
3) Pada Fase Menawar
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
4) Pada Fase Depresi
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
5) Pada Fase Penerimaan
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
 Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis
1. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan unjtuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan, dsbg.


2. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan melalui Intra Muskular/Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
3. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
4. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
5. Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena/Invus.
6. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
7. Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
 Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara/teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu membacanya.
 Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
• Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
• Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
• Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.

C. Asuhan Keperawatan
 Tanda-tanda Kematian
1. Dini:
• Pernafasan terhenti , penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi)
• Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
• Kulit pucat
• Tonus otot menghilang dan relaksasi
• Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian
• Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman air)
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
• Lebam mayat (livor mortis)
• Kaku mayat (rigor mortis)
• Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
• Pembusukan (dekomposisi)
• Adiposera (lilin mayat)
• Mumifikasi
 Gejala dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai sistem organ
 Sistem Gastrointestinal : Anorexia, konstipasi, mulut kering dan bau, kandidiasis dan sariawan mulut.
 Sistem Genitourinaria : Inkontinensia urin
 Sistem Integumen : Kulit kering/pecah-pecah, dekubitus
 Sistem Neurologis : Kejang
 Perubahan Status Mental : Kecemasan, halusinasi, depresi
 Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
1. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis. Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis.
3. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya.
4. Fase Terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya kemungkinan, tetapi pasti terjadi.
Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual. Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
 Problem Oksigenisasi ; respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, nadi ireguler.
 Problem Eliminasi; Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit(mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit mis trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
 Problem Nutrisi dan Cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
 Problem suhu; ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
 Problem Sensori ; Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi menjadi menurun.
 penglihatan kabur,pendengaran berkurang, sensasi menurun.
 Problem nyeri ; ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
 Problem Kulit dan Mobilitas ; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
 Masalah Psikologis ; klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi / barrier komunikasi.
 Perubahan Sosial-Spiritual ; klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup
Faktor-Faktor yang perlu dikaji
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.

4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
 Diagnosa Keperawatan
I. Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
II. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
III. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan )
IV. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

 Intervensi
 Diagnosa I
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
• Berikan kepastian dan kenyamanan.
• Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
• Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobtannya.
• Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4. Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
 Diagnosa II
1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
d. meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
 Diagnosa III
1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga
 Diagnosa IV
1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
3. Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 )
 Evaluasi
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya


BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit/sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal. Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
2. Ketika merawat klien menjelang ajal/terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
4. Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.















DAFTAR PUSTAKA

Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.
Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values. California : Addison Wesley
http://nurse-smw.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-terminal_08.html
http://kikiyogi.blogspot.com/2009/12/terminal-dan-menjelang-ajal.html
http://keperawatanreligionmentariwardhani.wordpress.com/

Kamis, 18 November 2010

Cerita tentang Dia

Bagaimanakah aku akan mengatakan semua ini. Sementara aku tak pernah tau apa yang aku rasakan.Yang aku pikir apakah aku mampu bertahan dalam rasa yang tak pernah menentu ini.
Dia terlalu baik untuk aku tinggalkan. Dan sekarangpun aku sudah terlanjur mencintai dia...tapi di lain sisi mereka selalu mengusik kehidupanku.

Minggu, 07 November 2010

cinta kasih seorang perawat

Peranan dokter dan perawat tidak sebatas memberikan pengobatan secara fisik melainkan juga pengobatan psikis (kejiwaan) pasien. Diyakini, dengan dibantu oleh terapi secara psikis akan lebih membantu kesembuhan pasien karena kondisi kejiwaannya lebih tenang.

Hal tersebut dikatakan oleh dosen Program Studi Ilmu Kepe-rawatan (PSIK) FK Unpad, Dra. Suharyati Samba, dalam seminar perawat rohani Islam di Akper Aisyiyah, Selasa (31/8). Hal senada juga dikemukakan tiga pembicara dari IAIN Sunan Gunung Djati yakni Dr. H. Afif Muhammad, Drs. H. Isep Zainal Arifin, dan Dr. H. M. Solihin.


Menurut Suharyati, kedudukan perawat amat penting, karena satu-satunya tenaga kesehatan yang secara 24 jam dituntut untuk selalu di samping pasien. "Jumlah pe-rawat selalu paling banyak diban-dingkan jumlah tenaga kesehatan lainnya seperti dokter, ahli gizi, fisioterapi, dan lain-lain. Kebutuhan dasar manusia dalam pandangan keperawatan meliputi biologi, psikis, sosial, dan spiritual hingga fungsi perawat untuk membantu pasien," katanya.

Dalam menjalankan tugas, seorang perawat harus melandasi kepada pikiran dan perasaan cinta, afeksi, dan komitmen mendalam kepada kliennya. "Dengan cara seperti itu pengasuhan kepe-rawatan berjalan baik. Tapi bila ada praktik keperawatan yang kurang baik, berarti yang dilakukannya hanya sekadar prosedur keperawatan bukan asuhan keperawatan," jelasnya.

Perawat juga bisa membimbing ritual keagamaan sesuai dengan keyakinan klien, seperti cara bertayamum, salat sambil tiduran, atau berzikir dan berdoa. "Bila perlu perawat dapat mendatangkan guru agama pasien untuk dapat memberikan bimbingan rohani hingga merasa tenang dan damai. Dalam kondisi sakaratul maut perawat berkewajiban mengantarkan klien agar wafat dengan damai dan bermartabat," ujarnya.

Afif Muhammad mengatakan, masalah sehat dan sakit adalah alami sebagai ujian dari Allah SWT, hingga manusia tidak akan bisa terbebas dari sakit. "Sehat kerap membuat orang lupa dan lalai baik dalam melaksanakan perintah-pe-rintah Allah maupun mensyukuri nikmat sehatnya. Kita sering menyebut kondisi yang tidak menyenangkan seperti sakit sebagai musibah yang terkesan negatif, padahal musibah berkonotasi positif," jelasnya.

Tugas seorang perawat, menurut Afif, menekankan pasien agar tidak berputus asa apalagi menyatakan kepada pasiennya tidak memiliki harapan hidup lagi. "Pernyataan tidak memiliki harapan hidup untuk seorang muslim tidak dapat dibenarkan. Meski secara medis tidak lagi bisa menanganinya, tapi kalau Allah bisa saja menyembuhkannya dengan mengabaikan hukum sebab akibat," katanya.

Perawat juga memandu pasiennya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT hingga kondisinya semakin saleh yang bisa mendatangkan "manjurnya" doa. "Saya ingin menekankan masalah pe-ngobatan alternatif yang kini menjamur dan menjadi pengobatan utama. Padahal namanya alternatif seharusnya jadi keputusan terakhir setelah cara-cara medis tidak bisa menanganinya," ujarnya.

Sedangkan Isep Zainal Arifin menekankan, perawat bisa memberikan bimbingan langsung seperti tukar pikiran, berdoa bersama, dan bimbingan ibadah. "Bimbingan tak langsung bisa berupa ceramah, percikan kata hikmah, buletin, doa tertulis, maupun tuntunan ibadah secara tertulis. Dengan bimbingan itu diharapkan dapat membantu proses kesembuhan pasien," timpalnya. (A-71)***

Arti Seorang Perawat

Meskipun masih sangat sederhana, profesi perawat sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Bahkan banyak wanita
terpandang yang berprofesi sebagai perawat. Misalnya, Elizabeth of Hungary (1207-1231) putri Raja Andrew II. Ia mengorganisasi pembagian makanan sewaktu terjadi kelaparan pada tahun 1226 dan setelah itu ia mengatur pembangunan rumah-rumah sakit. Di sana ia juga merawat para penderita lepra.Sejarah keperawatan tidak dapat dipisahkan dari seorang tokoh wanita
bernama Florence Nightingale, seorang wanita berkebangsaan Inggris yang bersama 38 orang perawat lainnya menata kembali rumah sakit militer di

Scutari, pinggiran Kota Konstantinopel, selama berkecamuknya Perang Krim tahun 1853-1856. Kemudian organisasi-organisasi keperawatan terkemuka lainnya mulai bermunculan, misalnya pada tahun 1903, Agnes Karll mendirikan Organisasi Profesi Keperawatan Jerman.Keberadaan profesi perawat sering dianggap biasa saja walaupun pada kenyataannya peranan perawat dalam pemeliharaan kesehatan sangat vital. Dewasa ini, perawat merupakan segmen profesi terbesar dalam bidang kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa sekarang ada lebih dari 9 juta perawat dan bidan di 141 negeri. The Atlantic Monthly manyatakan bahwa "keperawatan merupakan perpaduan dari perhatian, pengetahuan dan keterandalan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup pasien". Oleh karena itu sangatlah tepat jika kita mengajukan pertanyaan: "Mengapa perawat dibutuhkan dan apa jadinya jika tidak ada perawat?" PERAN VITAL PERAWAT Sebuah ensiklopedia mendefinisikan keperawatan sebagai "proses pemberian bantuan dari sang perawat kepada pasien untuk memulihkan diri dari penyakit atau cedera, atau untuk memperoleh kembali sebanyak mungkin kemandiriannya". Sementara itu Nursing in Today World, menyatakan bahwa "Perawat adalah orang yang mengurus dan melindungi dan orang yang dipersiapkan untuk merawat orang yang sakit, cedera, dan lanjut usia".
Ada banyak hal yang tercakup dalam proses tersebut yang tidak hanya sekedar rutinitas perawatan seperti memeriksa tekanan darah , denyut nadi atau suhu pasien saja. Lebih dari itu para perawat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan proses pemulihan pasien. Menurut The American Medical Association Encyclopedia of Medicine, "Perhatian perawat lebih tertuju pada reaksi keseluruhan pasien terhadap penyakitnya ketimbang pada penyakit itu sendiri. Perawat lebih memusatkan perhatiannya untuk mengatasi rasa sakit fisik pasien, melepaskan pasien dari penderitaan mental dan jika mungkin menghindari timbulnya komplikasi". Selain itu, perawat juga memberikan perhatian yang penuh pengertian yang mencakup mendengarkan dengan sabar semua kekhawatiran dan ketakutan pasien serta memberikan dorongan emosi dan penghiburan. Dan jika pasien sedang dalam keadaan sekarat, perawat berperan untuk membantu agar pasien dapat menghadapi ajalnya dengan sesedikit mungkin penderitaan dan sebanyak mungkin harga
diri.Sifat yang tidak mementingkan diri sendiri sangat penting bagi seorang perawat, meskipun belum cukup sebagai bekal seorang perawat yang terampil. Perawat yang baik dan terampil juga membutuhkan latihan yang intensif dan pengalaman yang luas. Salah satu syarat yang sangat penting adalah pendidikan dan pelatihan praktis yang membutuhkan waktu satu sampai empat tahun atau bahkan lebih.
Peran perawat yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan perhatian kepada pasien dalam segala situasi yang berhubungan dengan kesehatannya. Jadi jika obat berfungsi untuk mengobati penyakitnya maka perawat berfungsi untuk menangani orangnya. Dokter bertugas untuk menyembuhkan sedangkan perawat bertugas memberi perhatian kepada pasien yang mencakup untuk membangkitkan semangat pasien yang menderita luka fisik maupun emosi, misalnya sewaktu mereka diberitahu bahwa mereka sedang mengidap penyakit kronis atau bahwa umur mereka tidak akan lama lagi.
Perawat juga dituntut dapat menjadi figur yang dibutuhkan oleh pasiennya, harus selalu bersikap hangat, toleran dan dapat berempati. Seorang perawat yang baik haruslah selalu semangat mempelajari perkembangan ilmu keperawatan dan harus sigap dalam membaca keadaan serta mengambil tindakan sesuai dengan tuntutan situasi. Oleh karena itu perawat semakin membutuhkan pengetahuan professional dan juga menguasai keterampilan baru dalam bidang keperawatan. Perawat juga harus sanggup mengatasi stres karena dalam dunia keperawatan, perawat tidak boleh melakukan kekeliruan sedikitpun. Seorang perawat harus dapat menyukai orang lain dan harus mempunyai keinginan untuk menolong orang lain. Untuk itu dibutuhkan kesanggupan seorang perawat untuk turut merasakan rasa sakit dan penderitaan pasiennya. Dalam pekerjaannya, perawat harus dapat menyesuaikan diri agar dapat melaksanakan pekerjaannya walaupun dengan sedikit rekan sekerja tanpa mengorbankan mutu pekerjaannya. Jelaslah bahwa menjadi seorang perawat menuntut pengorbanan diri yang begitu besar. PROFESI PERAWAT DAN TANTANGANNYA
Dalam Konferensi Dewan Perawat Internasional pada bulan Juni 1999, Dr. Gro Harlem Brundtland (Direktur-Jenderal WHO) mengatakan "Perawat selaku profesi inti dalam bidang kesehatan, sangat esensial untuk menjadi kekuatan utama dalam menciptakan planet yang sehat, mengingat perawat dan bidan meliputi 80 % pekerja kesehatan di kebanyakan lembaga kesehatan nasional, mereka merupakan kekuatan yang sangat besar guna menghasilkan perubahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan untuk semua di abad ke-21". Jelaslah bahwa perawat merupakan tulang punggungnya sebagian besar tim perawatan kesehatan.Berprofesi sebagai perawat memberikan banyak suka dan duka. Apabila seorang perawat berhasil dengan baik membantu memulihkan kondisi kesehatan pasiennya, khususnya pasien dalam keadaan darurat akan memberikan perasaan sukacita dan kepuasan tersendiri.Namun sekalipun membawa banyak sukacita, para perawat juga harus menghadapi banyak tantangan. Perawat tidak boleh melakukan kekeliruan. Sewaktu memberikan obat, mengambil darah, memasang infuse atau sekedar memindahkan pasien, seorang perawat harus sangat berhati-hati. Kadang-kadang perawat berada dalam posisi yang sangat sulit, misalnya perawat merasa bahwa dokter telah meresepkan obat yang salah untuk pasiennya atau telah memberikan perintah yang jika dijalankan akan dapat membahayakan pasien. Apakah yang harus dilakukan perawat?Apakah ia harus menentang kebijakan sang dokter? Hal ini tentu menuntut keberanian, kecerdikan , diplomasi dan dasar
pengetahuan yang memadai dari sang perawat, yang tentunya mengandung risiko. Namun sangat disayangkan ada dokter yang tidak suka menerima saran dari bawahan maupun mitra kerjanya. Perawat juga bertanggungjawab secarahukum untuk setiap pengobatan yang diberikan oleh dokter atau perawatan yang ia laksanakan serta untuk setiap kerusakan/kerugian yang diakibatkannya. Perawat harus bisa menolak suatu perintah dari dokter jika ia merasa bahwa perintah itu berada di luar ruang lingkup pekerjaannya atau jika ia yakin bahwa perintah itu tidak benar. Perawat zaman sekarang berbeda dengan perawat di zaman Florence Nigthingale ataupun 50 tahun yang lalu. Sekarang perawat harus tahu kapan berkata tidak kepada dokter dan kapan harus berkata ia agar seorang dokter harus menemui atau memeriksa pasiennya. Masalah lain yang harus dihadapi perawat adalah tindak kekerasan sewaktu sedang bertugas. Perawat adalah orang
yang berisiko tinggi mengalami penganiayaan di tempat kerja bila dibandingkan dengan sipir penjara maupun polisi. Apa penyebab tindak kekerasan ini ? Sering kali masalah ini ditimbulkan oleh pasien yang sedang dalam keadaan sedih atau stress akibat penyakit yang dideritanya, ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan medis dan keperawatan serta masalah lainnya yang berhubungan dengan lingkup pelayanan kesehatan. Selain itu perawat juga harus berjuang kehabisan tenaga akibat stress yang salah satunya disebabkan oleh keterbatasan staf dan gaji yang terlalu rendah, sehingga banyak perawat memiliki pekerjaan sambilan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pelayanan keperawatan akan lebih optimal jika perawat dapat memberikan perhatian secara maksimal kepada pekerjaannya tanpa dibebani pekerjaan lainnya sehingga perawat tidak perlu mengorbankan waktu istirahatnya atau bekerja lembur untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Masih ada banyak faktor yang turut mengakibatkan stress bagi perawat, misalnya kematian pasien, karena membaktikan diri untuk merawat pasien yang akhirnya meninggal dapat sangat meletihkan baik
secara fisik maupun emosi. Perkembangan dan pengaruh kemajuan teknologi memberikan tekanan baru dalam dunia keperawatan. Tantangannyaadalah bagaimana memadukan teknologi dengan cara yang manusiawi dalam menangani pasien, karena mesin tidak akan pernah dapat menggantikan sentuhan dan perhatian perawat terhadap pasien. Sebuah jurnal menyatakan,"Perawat adalah profesi abadi, selama manusia ada kebutuhan akan perhatian, keibaan hati dan pengertian akan selalu ada". Kebutuhan ini terpenuhi dengan adanya perawat. Siapapun yang membutuhkan perawatan kesehatan pasti sangatmenyadari pentingnya keberadaan perawat.

Diambil dari sumber tertentu...

Tentang Rasa Cinta

Saudara2ku marilah kita sejenak merenungi akan hakikat cinta, tak dapat kita pungkiri betapa dahsyatnya rasa "cinta" itu bila telah hinggap di dada kita pada seseorang yang kita cintai selain cinta kita kepada yang Maha Memiliki Segala Cinta.

Cinta kadang bisa membuat kita bahagia, kadang pula
Cinta bisa membuat kita merana
Cinta kadang bisa membuat kita gembira, kadang pula
Cinta bisa membuat kita kecewa
Cinta kadang bisa membuat kita tertawa, kadang pula
Cinta bisa membuat kita menagis
Pedih..., perih..., sakiiit...rasanya hati ini.
dan yang lebih tragis lagi seseorang bisa menjemput maut karena "cinta".

Marilah kita sejenak mengingat tembang cinta yang banyak memiliki makna akan
hakikat cinta.

Saudara2ku marilah kita nyanyikan bersama2....

Jangan berkata tidak
Bila kau jatuh cinta
Terus terang sajalah
Buat apa berdusta

Cinta itu anugrah
Maka berbahagialah
Sebab kita sengsara
Bila tak punya cinta

Rintangan pasti datang menghadang
Cobaan pasti datang menghujam
Namun yakinlah bahwa cinta itu kan membuatmu
mengerti akan arti kehidupan

Memang benar saudara2ku betapa berat rasanya beban di dada kita pabila terus
menerus kita memendam rasa cinta kita pada seseorang yang kita cintai.
Untuk itu...
Ungkapkanlah perasaan anda disini...untuk mengurangi beban rasa yang ada
di dada anda,
Rasa cinta, rasa sayang, rasa kecewa, rasa benci, rasa jengkel, rasa kesal
dan rasa marah terhadap seseorang yang anda cintai agar ia tahu perasaan anda
yang sebenarnya.

Saudara2ku, bagi yang berani dan ingin mencurahkannya, ungkapkanlah disini..ok !
Senyum Itu Indah Khawan...!

Kamis, 28 Oktober 2010

Arti Sebuah Persahabatan

Pernahkah kita berfikir siapa sahabat sebenarmya?dimanakah dia?
Sebuah kata indah yang tak akan ternilai oleh apapun. Tapi kadang sahabat tak sehebat yang ada. Dalam kehidupan nyata dia seseorang yang selalu terukir di hari-hari kita bersama.
Saat senang,bahagia,tawa,dan tangis dialah sosok permata.
Namun kenyataannya kadang dialah yang akhirnya menusuk kita.
Keberadaannya hanya sementara,saat bersama dia sebagai sahabat. Sedang di kehidupan lain dia tetap orang lain.
Segalanya perlu diredam oleh perasaan, tak bisa hanya sekedar logika.Kata sahabat akan bermakna ketika kita telah menemukan sebuah kebersamaan dimana dialah satu-satunya orang yang meredam lara.
Semua orang di dunia membutuhkan keberadaan seorang sahabat, entah bagaimana endingnya yang penting dia ada saat kita ingin mencurahkan rasa.
Dan sekekal apakah sahabat itu?
semua tergantung masing-masing orang mengartikannya. Karena tak semua orang mengartikan positif tentang persahabatan...